Satu dari sekian cahaya yang q tangkap dari-MU ya Rabb

Satu dari sekian cahaya yang q tangkap dari-MU ya Rabb
TULIP

Sabtu, 24 April 2010

2.1 Labu Merah (Cucurbita Moschata Duch.)
2.1.1 Klasifikasi
Nama umum/dagang labu merah adalah Waluh. Nama daerahnya antara lain yaitu: labu kastela, labu parang (Melayu), waluh (Sunda, Jawa Tengah), diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Cucurbitales
Suku : Cucurbitaceae
Marga : Cucurbita
Jenis : Cucurbita moschata Duch.

Gambar 2.1. Cucurbita moschata Duch.


2.1.2 Morfologi labu merah
Habitus labu merah (C. moschata Duch.) adalah Semak, merambat, panjang ± 25 m. Batangnya berkayu, lunak, segi lima, berambut, berbuku-buku, panjang ± 25 cm, hijau muda. Dengan daun tunggal, bulat, bertangkai, tangkai berlubang, ujung runcing, tepi berombak, pangkal membulat, berbulu, panjang 7-35 cm, lebar 6-30 cm, beralur, pertulangan menyirip, hijau. Sementara bunganya tunggal, di ketiak daun, bentuk corong, panjang ± 15 cm, kuning, kelopak bentuk lonceng, pangkal berlekatan, bertajuk empat sampai enam, berambut, hijau pucat, mahkota bentuk corong, bercangap lima, berbulu, beralur, kuning, benang sari bentuk tabung, panjang 5-12,5 mm, kuning, putik bersegi, panjang 1,5-2 cm, kepala putik terbagi dua sampai tiga, tebal, putih kekuningan, kuning. Buah labu merah (C. moschata Duch.) berbentuk bulat, berdaging, diameter 25-35 cm, gundul, kuning muda. Bijinya keras, pipih, panjang ± 1,5 cm, lebar ± 5 mm, coktat muda. Memiliki akar tunggang, bulat, berbintil-bintil, putih kotor.
2.1.3 Manfaat labu merah
Labu merah (C. moschata Duch.) telah dikenal karena khasiat dan manfaatnya yang sangat besar dan telah dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional. Labu merah (C. moschata Duch.) dapat meningkatkan stamina. Berkhasit sebagai tonik, menghilangkan panas tubuh, menghilangkan dahak (Expectoran), peluruh kencing (Diuretic) dan anti radang (anti–infammatory) (Wijayakusuma, 2004). Bijinya juga berkhasiat sebagai obat cacing maupun mencegah pembesaran kelenjar prostat (Hargono, 2008).
2.1.4 Kandungan kimia
Pada tumbuhan dengan senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavanoid serta alkaloid merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas yang dapat berfungsi sebagai perlindungan tumbuhan terhadap organisme pengganggu (Darwis, 2000).
Kandungan kimia labu merah antara lain, yaitu: saponin, flavonoida, tanin asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, gliserida, cucurbitin (C5H10O2N2), sterol, beta-karotin, vinilfaeo-porfirin, arginin,asparagin, trigonelin, niasin, sitrulin, molibdenum, manose, karbohidrat, protein, serat, vitamin A, B1, B2, C, E, mineral termasuk diantaranya zat besi, kalsium, fosfor, sodium, magnesium, kalium, seng dan selenium (Wijayakusuma, 2004).

2.2 Deskripsi Diabetes milletus
Saat ini produk berbahan herbal sedang naik daun. Beragam produknya terus bermunculan, mulai jenis herbal cosmetics, herbal drink, herbal candy, suplement food (makanan tambahan), health food (makanan kesehatan), hingga herbal medicine (obat herbal). Hal ini sejalan dengan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature), tak terkecuali masyarakat Indonesia (Kusuma dan Zaky, 2005).
Produk berbahan herbal yang selalu menarik untuk ditelaah adalah herbal medicine atau obat-obatan berbahan tumbuhan. Tumbuhan obat semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah, kalangan atas pun kini mulai menggunakannya. Bahkan tidak sedikit dokter yang mulai meresepkan obat herbal (Kusuma dan Zaky, 2005).
Salah satu cara untuk mengatasi Diabetes mellitus adalah dengan melakukan suatu terapi yang disebut terapi herbal. Terapi herbal yang dimaksud adalah suatu proses penyembuhan Diabetes mellitus dengan menggunakan ramuan berbagai tanaman yang berkhasiat obat. Saat ini, terapi seperti ini sedang populer di kalangan masyarakat karena dinilai sebagai pengobatan yang mempunyai efek samping sedikit, murah, dan mudah didapat. Biasanya, terapi herbal dilakukan sebagai pengobatan alternatif. Namun ada sebagian masyarakat yang sengaja melakukannya sebagai tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit (bersifat preventif). Tanaman obat yang digunakan dalam terapi Diabetes mellitus jumlahnya cukup banyak. Tanaman-tanaman tersebut antara lain yaitu: mimba, sambiloto, brotowali, mahoni, alpukat, ciplukan, daun sendok, kumis kucing, lidah buaya, pare, mengkudu, salam, tapak dara, teratai kecil, pulai, sambung nyawa, pegagan, komfrey, ki tajam atau dandang gendis, bambu tali, bawang putih, daun dewa, daun sembung, sidaguri, temulawak, dan kunir putih (Utami dan Tim Lentera, 2003).
Diabetes mellitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga kadar glukosa di dalam tubuh akan meningkat. Gula yang meliputi polisakarida, oligosakarida, disakarida, dan monosakarida merupakan sumber tenaga yang menunjang keseluruhan aktivitas manusia. Seluruh gula ini akan diproses menjadi tenaga oleh hormon insulin tersebut. Karenanya, penderita diabetes mellitus (diabetisi) biasanya akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan penglihatan menjadi kabur. Gejala lain akibat adanya kadar glukosa yang terlalu tinggi akan terjadi ateroma sebagai penyebab awal penyakit jantung koroner. (Utami dan Tim Lentera, 2003).
Menurut Soegondo (2008), ada 2 tipe Diabetes mellitus, yaitu: Diabetes mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin) dan Diabettes mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin). Penderita Diabetes mellitus tipe 1 yaitu penderita yang menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Penderita Diabetes mellitus tipe 2 yaitu penderita yang memiliki pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga.
Menurut Utami dan Tim Lentera (2003), penyebab Diabetes mellitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Jika dirunut lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan Diabetes mellitus, yaitu sebagai berikut:
a. Genetik atau faktor keturunan
b. Virus dan bakteri
c. Bahan toksik atau beracun
d. Nutrisi
Diabetes mellitus dapat didiagnosis secara baik melalui pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan darah. Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mendiagnosis Diabetes mellitus sebagai berikut:
1. Seseorang dikatakan menderita Diabetes mellitus jika kadar glukosa darah ketika puasa lebih dari 126 mg/dl atau 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dl.
2. Seseorang dikatakan terganggu toleransi glukosanya jika kadar glukosa darah ketika puasa 110-125 mg/dl atau 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah 140-199 mg/dl.
3. Seseorang dikatakan normal atau tidak menderita Diabetes mellitus jika kadar glukosa darah ketika puasa kurang dari 110 mg/dl, kadar glukosa darah 1 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah kurang dari 180 mg/dl dan kadar glukosa darah 2 jam setelahnya kurang dari 140 mg/dl.

2.3 Obat Hipoglikemik Oral Buatan
Apabila perencanaan makan, latihan jasmani, dan penurunan berat badan tidak cukup berhasil menurunkan kadar glukosa darah sampai ke batas normal barulah penderita memerlukan obat. Obat untuk penderita Diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau obat yang menurunkan kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai tetapi harus digunakan sesuai petunjuk dokter. Jangan mengubah dosis atau mengganti jenis obat tanpa berkonsultasi terlebih dahulu. Dosis yang berlebih atau cara pemakaian yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia. Ada 2 macam obat hipoglikemik yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang dapat diminum. Yang berupa tablet, biasa disebut juga obat hipoglikemik oral (OHO) atau oral antidiabetes (OAD) (Dalimartha, 1999).
Ada dua golongan hipoglikemik oral, yaitu golongan sulfonilurea dan golongan biguanid. Obat yang termasuk golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Bila pankreas sudah rusak sehingga tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah. Itulah sebabnya obat golongan ini tidak berguna bila diberikan pada penderita DM tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien DM tipe II yang mempunyai berat badan normal. Beberapa contoh obat golongan sulfonilurea antara lain yaitu: chlorpropamide, tolbutamide, dan glibenclamide, dengan struktur pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur senyawa a. chlorpropamide, b. tolbutamide, c. glibenclamide

Berbeda dengan obat golongan sulfonilurea, obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia. Contoh obat golongan biguanid antara lain yaitu: fenformin dan metformin dengan struktur pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur senyawa a. fenformin, b. Metformin

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

2.4 Metabolit Sekunder Tumbuhan yang Bersifat Antidiabetes
Tumbuhan sebagai penghasil metabolit sekunder golongan steroid /triterpenoid ternyata, mempunyai potensi yang besar dalam mengatasi Diabetes mellitus. Beberapa metabolit sekunder golongan steroid yang bersifat antidiabetes antara lain: Lima fitosterol yaitu lophenol, 24-metil-lophenol, 24-etil-lophenol, sikloartanol dan 24-metilena-sikloartanol dari gel Aloe vera menunjukkan aktivitas antidiabetes (Tanaka, et al., 2006 dalam Saleh, 2007). Senyawa fitokimia tersebut ditunjukkan dibawah ini:


Gambar 2.4 Senyawa fitokimia golongan sterol yang mempunyai potensi yang besar dalam mengatasi Diabetes mellitus

Dan metabolit sekunder golongan triterpenoid yang bersifat antidiabetes antara lain: kotalegenin-16 asetat, senegin-II, glycyrrhizin, asam dehidrotrametenolat, asam colosolat dan suatu triterpenoid glikosida tipe kerangka oleanana. Seperti pada gambar 2.5


















Gambar 2.5 Senyawa fitokimia golongan triterpenoid yang mempunyai potensi yang besar dalam mengatasi Diabetes mellitus
2.5 Metode Ekstraksi
2.5.1 Bahan tumbuhan
Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan itu harus dicelupkan ke dalam alkohol mendidih. Kadang-kadang, tumbuhan yang ditelaah tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang pengumpul yang tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan yang diambil segar harus disimpan kering di dalam kantung plastik, dan biasanya akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisi setelah beberapa hari dalam perjalanan dengan pos udara.
Cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Bila ini dilakukan, pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama sebelum digunakan untuk dianalisis. Dan memang demikianlah, analisis flavanoid, alkaloid, kuinon, dan terpenoid telah dilakukan dengan berhasil pada herbalium yang telah disimpan bertahun-tahun.
2.5.2 Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simpilisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (DEPKES RI, 2000). Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang berada dalam sitoplasma akan larut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Darwis, 2000).
Maserasi digunakan untuk ekstraksi simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan pelarut, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan pelarut (DEPKES RI, 1986). Menurut Darwis (2000), pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.
2.5.3 Pemekatan larutan
Hasil maserasi dalam jumlah pelarut yang cukup banyak dapat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Penggunaan metode tersebut untuk menghindari penggunaan temperatur pada proses pemekatan, yaitu dengan menggunakan pompa vakum atau vakum dengan pengaliran air, sehingga dalam alat akan terjadi pengurangan tekanan dan pelarut akan menguap pada temperatur di bawah titik didihnya.
Keuntungan dengan menggunakan kondisi vakum adalah menghindari agar senyawa metabolit sekunder tidak akan terdegradasi selama pemekatan atau pengurangan pelarut karena tidak menggunakan panas. Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kasar, yang mana seluruh senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstrak kasar ini (Darwis, 2000).

Senin, 19 April 2010

Bioanorganik


RESPIRASI

Respirasi merupakan pertukaran antara dua gas yaitu oksigen dan karbondioksida, yang berlangsung antara organ makhluk hidup dengan lingkungannya. Tujuannya untuk pembentukan energi dan bertempat di mitokondria dengan subtrat bahan organik (bahan utama karbohidrat) dengan reaksi sebagai berikut:

Text Box: C6H12O6 + 6 O2 " 6CO2 + 6H2O + Energi

Tahapan reaksi respirasi:
  1. Glikolisis
Merupakan serangkaian reaksi yang mengubah gula heksosa (glukosa) menjadi asam piruvat yang bertempat di ruang antar membran dengan reaksi sebagai berikut;

Text Box: C6H12O6  " 2C3H4O3 + 4H
           Glukosa	      Piruvat

            Jumlah ATP yang dihasilkan dalam proses glikolisis adalah:
            Pada fase persiapan dua ATP digunakan untuk setiap molekul glukosa yang diubah menjadi dua molekul senyawa tiga-karbon. Tetapi dalam fase oksidasi 4 ATP dibentuk. Jika diperhatikan seluruh jalur glikolisis, perubahan satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat (tanpa oksigen) menghasilkan keuntungan bersih 2 molekul ATP.

  1. Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
Karbohidrat, asam lemak, dan hampir semua asam amino, pada akhirnya dioksidasi menjadi CO2 dan H2O melalui siklus asam sitrat (TCA). Namun demikian pertama-tama sebelum zat makanan ini dapat masuk ke TCA tersebut, kerangka karbonnya harus dipecah sehingga molekul ini menghasilkan gugus asetil (pada asetil CoA) dengan reaksi sebagai berikut:   

Text Box: Piruvat + NAD+ + CoA-SH " Asetil CoA + NADH + CO2



  1. Daur Asam Sitrat (TCA) = Siklus krebs
Reaksi daur krebs dalam sistem angkutan elektron memerlukan oksigen dan berlangsung dalam mitokondria yaitu dalam matriks.

  1. Transport Elektron dan Fosforilasi Oksidatif
Bertempat pada membran dalam mitokondria. Untuk organisme aerob, enzim-enzim daur krebs perlu berasosiasi dengan enzim system angkutan electron (rantai respiratoris). Melalui asosiasi inilah NAD/NADP dan FAD yang tereduksi dalam daur krebs dioksidasi kembali. Energi yang dilepaskan dalam oksidasi ini digunakan untuk sintesis ATP. Senyawa yang akan dioksidasi (subtrat) AH2, mula-mula beeaksi dengan piridin nukleotida, biasanya NAD tapi kadang-kadang NADP. Dapat berlaku sebagai subtrat (AH2) yaitu 3-fosfogliseraldehida, asam piruvat, asam a-ketoglutarat, asam suksinat, dan asam malat.
Dua electron dan dua ion H+ dipindahkan ke NAD, sehingga direduksi menjadi NADH2. NADH2 memindahkan dua electron dan dua ion H ke suatu enzim flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenine dinukleotida (FAD), sehingga mereduksi senyawa tersebut. Energi yang diperlukan untuk mereduksi FAD kurang dari yang dilepaskan oleh oksidasi NADH2 dan energi sisanya digunakan untuk sintesis satu molekul ATP dari ADP dan iP. Selanjutnya FADH­2 mereduksi suatu enzim yang karakteristiknya belum diketahui, tetapi mengandung satu besi bukan-hem yang terkait dengan gugus SH. Senyawa ini mereduksi dua molekul enzim porfirin besi pemindah electron yaitu sitokrom b. Reduksi dan oksidasi sitokrom dilaksanakan dengan menambah dan mengambil satu electron pada bagian besi molekul, sehingga mengubah besi dari bervalensi +2 ke +3 dan sebaliknya. Sitokrom b mereduksi senyawa fenolik menjadi kinon dan ubikuinon. Pada titik ini perlu ditambahkan ion H+ dan electron. Ion H+ yang ditambahkan tidak perlu sama dengan ionH+ yang meninggalkan system pada oksidasi FADH2 karena sistem berair dan sejumlah H+ selalu terdapat. Elektron dari ubikuinon kemudian mereduksi sitokrom c, dua ion hidrogen meninggalkan sistem angkutan.
Pada titik ini dibebaskan cukup energi yang digunakan untuk sintesis molekul ATP kedua untuk setiap dua elektron yang dipindahkan. Sitokrom c mereduksi sitokrom a yang selanjutnya mereduksi sitokrom a3 dan pada titik ini dibentuk ATP ketiga untuk setiap dua elektron yang dipindahkan.
Sitokrom a3 merupakan anggota sistem angkutan elektron yang dapat bereaksi dengan molekul oksigen. Sitokrom a dan a3 membentuk suatu assosiasi molekuler yang disebut sitokrom oksidase yang secara kimia belum dapat dipisahkan. Dua elektron dipindahkan ke satu atom oksigen (1/2 O2). Ini menyempurnakan pemindahan dua elektron dari tingkat energi tinggi yang dimiliki substrat (AH2) ke tingkat energi rendah yang terdapat dalam air. Energi yang dilepaskan oleh oksidai substrat (bahan bakar) disimpan dalam tiga molekul ATP yang disintesis di sepanjang proses angkutan elektron. Tiga ATP dibentuk untuk setiap NADH­­­2 masuk ke sistem angkutan elektron dan dua ATP untuk setiap FADH­­­2.

Faktor – faktor yang mempengaruhi respirasi antara lain :
a.       Substrat
Respirasi bergantung kepada tersedianya substrat dalam tumbuhan dengan persediaan pati, fruktan dan gula yang rendah. Tumbuhan yang kekurangan gula jika diberi gula sering dengan nyata menunjukkan kenaikan respirasi. Daun – daun yang terlindungi yang terdapat dibagian yang lebih rendah dari pada daun yang terdapat dibagian lebih atas yang terdedah pada tingkat cahaya yang lebih tinggi. Perbedaan dalam kandungan pati dan gula hasil laju fotosintesis yang tidak sama merupakan sebab lebih rendahnya laju respirasi daun – daun yang terlindung.
Jika kekurangan bahan untuk respirasi sangat efektif maka protein pun dapat dioksidasi. Protein dihidrolisis menjadi asam amino yang kemudian diuraikan oleh reaksi – reaksi daur glikolisis daun daur crebs.   

b.      Suhu
Di dalam batas-batas tertentu laju reaksi enzim kira-kira meningkat dua kali untuk setiap kenaikan suhu 100C. Respirasi sebagian besar tumbuhan biasanya pada suhu antara 5 dan 250C. Di atas suhu ini (30 hingga 35) sering terjadi penurunan respirasi yang mungkin disebabkan terbatasnya oksigen karena kelarutannya berkurang dan rendahnya diffusi gas  tersebut. Pada waktu suhu naik di atas 50C terjadi penurunan resirasi karena enzim-enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi.
c.       Oksigen
Suplai oksigen mempengaruhi respirasi, tetapi pengaruhnya sangat berbeda untuk spesies tumbuhan yang berbeda dan malahan berbeda untuk organ-organ yang berbeda dalam tumbuhan yang sama. Kadar oksigen dalam udara terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi respirasi sebagian besar daun dan batang. Lagi pula laju penetrasi oksigen ke dalam daun, batang dan akar biasanya cukup untuk memelihara tingkat pengambilan oksigen yang normal oleh mitokondria, terutama karena sitokrom oksidase mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen sehingga dapat berfungsi pada konsentrasi O2 sekitar 0,05% dari yang terdapat dalam udara.
Dalam jaringan yang lebih tebal dengan perbandingan  permukaan/volume rendah, difusi O2 dari udara ke sitokrom dalam sel-sel di sebelah dalam diperlambat sehingga laju respirasi rendah.
d.      Umur dan Tipe jaringan
Respirasi jaringan muda lebih tinggi dari jaringan tua, jaringan yang berkembang melakukan respirasi lebih tinggi dari jaringan dewasa. Subtrat dewasa respirasi berubah jika jaringan menjadi dewasa, dan proses keseluruhan serta efisiensi respirasi berubah sesuai perkembangan jaringan. Misalnya laju respirasi kecambah biasanya meningkat cepat selama perkecambahan hingga mencapai suatu puncak pada periode pertumbuhan kecambah yang paling cepat kemudian menurun setelah jaringan dewasa.
e.       Karbon dioksida
Sebagai hasil akhir reaksi, konsentrasi yang tinggi dari CO2 diperkirakan akan menghambat respirasi. Memang respirasi agak dihambat tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat melampaui konsentrasi yang biasa terdapat dalam udara. Mekanisme penghambatan ini tidak jelas; beberapa mekanisme dapat terlibat. Respirasi anaerob dari biji kacang ercis yang sedang berkecambah dihambat kira-kira 50% oleh 50% CO2 dalam udara. Ini mungkin berkaitan dengan suatu mekanisme untuk memelihara dormansi dalam biji tetapi cara kerjanya masih belum jelas. CO2 berpengaruh menghambat pada suksinat dehidrogenase tetapi ini hanya akan mempengaruhi respirasi aerob, yang mungin tidak begitu penting pada awal perkecambahan. Tahapan dekarboksilasi pada respirasi adalah reaksi yang menghasilkan sejumlah energi, jadi laju reaksi tidak akan banyak dipengaruhi oleh konsentrasi hasil akhir yang relatif tinggi (CO2). CO2 memang mempunyai pengaruh terhadap stomata. Konsentrasi CO2 yang tinggi biasanya menyebabkan stomata menutup dan pengaruh hambatan yang telah diamati pada respirasi daun mungkin disebabkan oleh efek ini.
f.       Garam – garam
Jika akar menyerap garam, laju respirasi meningkat.Hal ini dikaitkan dengan energi yang dikeluarkan pada saat garam/ion diserap. Keperluan energi itu dipenuhi dengan menaikkan respirasi. Fenomena ini disebut respirasi garam.
g.      Luka dan stimulus mekanis
Stimulus mekanis pada jaringan daun menyebabkan respirasi naik untuk sementara, biasanya beberapa menit hingga satu jam. Penekanan nampaknya mempunyai efek yang rendah, pelengkungan lebih besar dan cekaman (stress) penyobekan memacu respirasi. Pelukaan dan penghancuran jaringan memacu respirasi karena tiga hal. Pertama, oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara subtrat dan oksidasenya dirusak. Kedua, proses glikolisis yang normal dan katabolisme oksidatif meningkat karena hancurnya sel sehingga menambah mudahnya subtrat dicapai enzim respirasi. Ketiga, akibat luka biasanya sel-sel tertentu kembali ke keadaan maristematis diikuti dengan pembentukan kalus dan penyembuhan atau perbaikan luka. Sel-sel dan jaringan yang aktif tumbuh seperti ini mempunyai laju respirasi yang jauh lebih tinggi daripada jaringan dewasa.
Reaksi keseluruhan respirasi sebagai berikut:


rantai pernapasan
Tahapan reaksi rantai pernapasan:
NADH + H+ + FMNNAD+ FMNH2
FMNH2 + 2Fe.S (III) FMN + 2Fe.S (II) + 2H+
2Fe.S (II) + 2H+  + QWFe.S (III) + QH2
QH2 + 2 Cyt.b (Fe3+)Q + 2H+ + 2 Cyt.b (Fe2+)
2 Cyt.b (Fe2+) + 2 Cyt.c (Fe3+)2 Cyt.b (Fe3+) + 2 Cyt.c (Fe2+)
2 Cyt.b (Fe3+) + 2 Cyt.c (Fe2+)2 Cyt.c (Fe3+) + 2 Cyt.a (Fe2+)
2 Cyt.a (Fe2+) + 2 Cyt.a3 (Fe3+)2 Cyt.a (Fe3+) + 2 Cyt.a3 (Fe2+)
2 Cyt.a3 (Fe2+) + ½ O2  + 2H+2 Cyt.a3 (Fe3+) + H2O