2.5.1. Maserasi
Maserasi adalah perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruang. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik, dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perndaman yang dilakukan (Darwis, 2000).
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut (Manjang, 2000). Teknik maserasi digunakan terutama jika senyawa organik yang ada dalam bahan alam tersebut tidak banyak prosentasenya dan ditemukan suatu pelarut yang dapat melarutkan suatu senyawa organik tersebut tanpa dilakukan pemanasan. Biasanya cara ini membuthkan waktu agak lama dan agak sulit mencari pelarut organik yang baik untuk melarutkan senyawa yang terkandung dalam sampel. Akan tetapi jika struktur senyawa yang akan diisolasi sudah diketahui, maka metode perendaman ini merupakan metode yang paling praktis.
Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.
2.5.2. Kromatografi
Teknik Pemisahan kromatografi ditinjau dari kegunaan dan frekuensi pemakaiannya didalam analisis instrumental menempati urutan yang kedua setelah teknik spektroskopik. Sejak tahun 1940 sampai 1993, tidak kurang dari dua belas hadiah nobel telah diterimakan kepada kromatografiwan (Mulja M. Dan Sugianto, 1994) yang telah berhasil mengajukan konsep dan penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan yang menyangkut teknik kromatografi. Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya teknik kromatografi di jajaran analisis instrumental.
Penggunaan kromatografi, sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder, dan dapat dijadikan sebagai patoak untuk proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan struktur senyawa. Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain:
2.5.2.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu metode yang mudah, murah, cepat dan mendasar bagi analisis dan isolasi senyawa organik bahan alam dan sintetik (Ngan, 2005). Kepekatan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat dipisahkan bahan yang jumlahnya sedikit dari ukuran g (Harborne, 1996).
Secara umum, absorben yang paling banyak digunakan dalam KLT adalah silika gel dan alumina. Berbeda dengan kromatografi kolom, adsorben yang digunakan dalam KLT memiliki ukuran pertikel yang lebih kecil (Pasto et al., 1992). Adapun ukuran pertikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron (Sastrohamidjojo, 2001).
Kromatografi lapisan tipis dan kromatografi kertas dapat digunakan untuk mengetahui apakah senyawa hasil isolasi sudah murni. Kalau noda yang dihasilkan sudah satu, maka kemungkinan hasil isolasi sudah murni. Akn tetapi untuk memastikannya perlu dilakukan variasi pelarut yang digunakan sebagai pengelusi. Jika elusi dengan variasi pelarut masih tetap memberikan satu noda, maka dapat diperkirakan senyawa hasil isolasi adalah murni.
Kromatografi lapis tipis (KLT), merupakan salah satu metode identifikasi awal, untuk menentukan kemurnian senyawa yang ditemukan, atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu pendeteksian awal dari suatu isolasi.
Pemilihan fase gerak untuk KLT tergantung pada adsorben yang digunakan dan tipe dari senyawa yang akan dipisahkan sehingga campuran yang baik memberikan fase-fase bergerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang. Kemurnian dari pelarut adalah hal yang penting dalam KLT daripada bentuk-bentuk kromatografi lain, karena disini digunakan sejumlah materi yang sedikit (Sastrohamidjojo, 2001). Pada metode KLT, campuran yang akan dpishakan berupa larutan ditotolkan menjadi bercak. Setelah plat atau lapisan diletakkan di dalam bejana tertutup yang berisi larutan (fase gerak) maka akan terjadi pemisahan selam perambatan kapiler (pengembangan) (gambar 2.5.).
Gambar 2.5. Kiri: bejana berisi plat KLT sebelum pengembangan, Kanan: kromatogram setelah deteksi cuplikan, I: larutan pembanding, II: larutan cuplikan.
KLT dapat digunakan sebagai alat sementara untuk mengidentifikasi suatu senyawa. Jarak pengembangan suatu senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf yang berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua dimensial (Stahl, 1985).
Metode ini sangat berguna untuk pemisahan saponin yang berupa campuran dari hasil kromatografi kolom. Hal ini ditujukan untuk bahan yang akan diambil spektrumnya. Kromatografi lapis tipis preparative dua dimensi dengan plat setebal 0,25 mm memberikan hasil yang baik untuk senyawa dari golongan??
Untuk bejana KLT dapat digunakan beaker glass yang dinding sebelah dalamnya dilapisi dengan kertas saring yang dicelupkan dalam fase gerak dan tepi atas beaker glass diberi silikon grease, lalu ditutup dengan alumunium foil dan diikat, halini dilakukan agar kondisi di dalam bejana jenuh dengan uap fase gerak (Safitri, 2006).
2.5.2.2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fase padat dan fase cair (pelarut organik), maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.
Untuk pemisahan saponin ??????????????????????????????????????????
2.6. Penentuan struktur
2.6.1. Warna Flourisensi
Warna flourisensi dapat memberikan petunjuk atas senyawa golongan kumarin dimana setelah dilihat di bawah lampu ultraviolet, flourisensi akan memberikan warna biru atau hijau, atau kuning atau kuning lembayung. Apabila diperlukan dengan pemberian basa, maka akan ada struktur yang akan berubah karena terbukanya cincin piron, dan akan menyebabkan berubahnya warna flourisensi.
2.6.2. Spektrum Inframerah
Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah inframerah. Vibrasi molekul dapat dideteksi dan diukur pada spektrum infamerah. Penggunaan spektrum inframerah untuk penentuan struktur senyawa organik biasanya antara 650-4.000 cm-1. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan inframerah jauh dan daerah di atas frekuensi 4.000 cm-1 dinamakan inframerah dekat (Sudjadi, 1983).
Pada prinsipnya bahwa spektrum inframerah adalah untuk mengetahui jenis gugus fungsi pada suatu senyawa. Spektrum inframerah akan memberikan serapan yang kuat pada daerah 1700-1750 cm-1 yang berupa ester -piron, sedangkan yang -piron keluar pada serapan 1650 cm-1.
Rabu, 12 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar